|
Ilustrasi Politik Pencitraan |
Pembuat hoax
terbaik adalah penguasa. Karena mereka memiliki
seluruh peralatan untuk berbohong. Intelijen
dia punya, data statistik dia punya
media dia
punya...Hoax itu bohong yang dibuat masuk akal. Tapi hanya efektif
mempengaruhi massa
bila Anda menguasai media massa. Hanya penguasa yang mampu
(Rocky Gerung)
Sebuah Politik
Citra
Pria itu sedang duduk di sebuah kursi
menghadap jalan raya. Tangannya terlihat sedang memegang sebuah koran, Kendari
Pos. Ia terlihat sibuk membaca dan membolak balik halaman demi halaman koran
itu, dan sama sekali tidak menyadari kehadiran saya. Ketika matanya tengah
menatap dalam-dalam media yang ada di tangannya, ia tiba-tiba tersenyum sambil
menggelengkan kepala. Penasaran dengan berita apa yang sedang dia baca, saya
mendekatinya dan melihat halaman yang sedang dia baca. Di sana terlihat berita
tentang terobosan cerdas pemimpin visioner (Bupati Buton Utara) di bidang
pertanian organik yang dimuat dalam satu halaman ful. Koran itu bertanggal 11
November 2017.
Saya kemudian meminta halaman itu dan mulai
membacanya. Di halaman koran itu tertera dengan jelas foto bupati Buton Utara
sedang memegang beras hasil panen. Tetapi yang mengejutkan adalah pernyataan
yang menyebutkan bahwa sejauh ini di Buton Utara lahan seluas 2.432 hektar
ladang dan sawah yang ditanami padi secara organik sudah dipanen dengan hasil
ratusan ton dan yang paling mengejutkan, hasil panen itu sudah diekspor ke
berbagai negara, salah satunya di Belanda. Saya anggap mengejutkan karena pada pertengahan
bulan September 2017 lalu, saya masih sempat mengikuti sosialisasi program
pertanian organik di Kecamatan Kulisusu Barat, desa Mekar Jaya. Dalam sesi
diskusi, saya sempat mendengar moderator saat itu mengatakan bahwa mereka baru
mendapat informasi tentang sawah organik dalam sosialisasi itu. Saya juga
mendengar ajakan dari bupati Buton Utara bahwa tahun depan (2018), kita akan
bekerja keras, kita akan butuh tenaga dan modal demi suksesnya program
pertanian organik ini. Dalam pemahaman saya program ini baru tahapan
sosialisasi, tetapi kenapa dalam waktu singkat--kurang lebih hanya dua bulan--tiba-tiba
ada berita panen ratusan ton di lahan seluas 2.432 hektar dan sudah diekspor ke
Belanda? Saya sulit membayangkan ada proses pertanian sesingkat itu. Realitas
semacam ini mungkin hanya bisa dijumpai di film-film holywood bergenre fiksi ilmiah (fantasy). Ini adalah contoh
absurditas politik, yakni tindakan atau komunikasi politik yang bertentangan
dengan realitas yang sesungguhnya (Piliang 2005).
Melihat konten berita itu, peryataan Rocky
Gerung yang saya kutip di atas seolah mendapatkan pembenarannya. Produsen hoax
terbaik itu adalah penguasa, karena mereka memiliki perlengkapan untuk
berbohong. Penguasa punya uang, punya intelijen, punya editor, punya media,
dll. Semua perlengkapan itu berkontribusi dalam menopang dan melegitimasi citra
diri penguasa, termasuk membuat masuk akal hal-hal yang sebenarnya tidak masuk
akal dan mengadakan-adakan sesuatu yang sebenarnya belum ada.
Realitas yang menjadi ada (nyata) karena
diada-adakan tanpa dukungan realitas yang sebenarnya (disimuliasikan sedemikian
rupa) disebut sebagai realitas simulasi. Reproduksi realitas simulasi itu bertujuan
untuk menopang citra atau gambaran diri penguasa melampaui kemampuan pribadi si
penguasa itu. Politik yang berbasis pada citra adalah politik yang melampaui
realitas yang sesungguhnya. Oleh sebab itu citra tidak membutuhkan referensi
pada realitas yang sebenarnya. Citra hanya bermain pada level tanda atau
simbol-simbol saja, ia tampak ada, namun tidak memiliki substansi real. Model
politik semacam ini pada akhirnya menggiring situasi pada apa yang disebut
Yasraf Amir Piliang sebagai “banalitas politik” yakni suatu kondisi
pendangkalan makna politik akibat beralihnya esensi politik pada pada hal-hal
yang remeh-temeh dan tidak esensial, seperti citra (image).
Politik
Citra, Siapa Yang Diuntungkan?
Apakah realitas program padi organik di
Buton Utara--yang kabarnya sudah dipanen di lahan seluas ribuan hektar (sawah
dan ladang) dengan hasil ratusan ton, serta sudah diekspor ke egeri Belanda--benar-benar
nyata atau benar-benar merupakan fakta? Jika mengacu pada penjelasan yang sudah
diuraikan sebelumnya, jawabannya adalah tidak nyata alias hanya sebatas politik
pencitraan yang tidak didukung oleh realitas obyektif. Ini adalah sebuah
realitas simulasi, sesuatu yang belum ada atau belum terjadi tetapi diadakan
sedemikian rupa sehingga tampak benar-benar nyata. Di sini kita dapat
mengajukan pertanyaan lain: “jika hal itu tidak benar, lalu untuk apa ada
pemberitaan seperti itu? Jawabnnya mungkin dapat beragam sesuai alam pikiran
masing-masing, seperti untuk pencitraan daerah, untuk keperluan mendapat
bantuan anggaran pusat, dsb. Namun yang lebih masuk akal untuk saat ini adalah politik
citra itu bertujuan untuk mengangkat citra pemimpinnya. Kalau Ada yang tidak
percaya, mungkin kita bisa mengajukan satu pertanyaan: “siapa yang diuntungkan
dari pencitraan semacam itu?”Apakah rakyat. Jelas bukan, karena rakyat tidak
memperoleh manfaat langsung di balik pencitraan itu. Rakyat hanya akan
diuntungkan jika pelaksanaan program pertanian organik ini berhasil dan sudah
terbukti mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Yang diuntungkan dari
pencitraan tidak lain adalah pribadi pemimpinnya. Pemimpinnya dapat
disanjung-sanjung pihak lain dan dapat menerima penghargaan untuk sesuatu yang
belum dilaksanakannya.
Merayakan
Sesuatu Yang Bernama Kepalsuan
Pada Jumat 17 November 2017, Kendari Pos
memberikan penghargaan kepada 31 tokoh yang memiliki prestasi, inovasi, dan
dedikasi untuk setiap pekerjaan yang digelutinya. Salah satunya tokoh yang
menerima penghargaan itu adalah bupati Buton Utara atas prestasinya dan
inovasinya dalam mengembangkan pertanian organik. Tetapi seperti yang sudah
diuraikan sebelumnya, program pertanian organik ini baru sebatas tahapan
sosialisasi. Pada pertengahan bulan September 2017 lalu (sekitar dua bulan
lalu) saya masih menyaksikan proses sosialisasi program pertanian organik di
desa Mekar Jaya, Kecamatan Kulisusu Barat. Namun, entah disulap dengan mantra
apa, dalam waktu kurang lebih dua bulan, ladang dan sawah seluas ribuan hektar
telah dipanen sebanyak ratusan ton dan sudah diekspor ke berbagai negara, salah
satunya Belanda. Sekali lagi proses pertanian secepat itu hanya mungkin ada
dalam film-film holywood bergenre
fiksi ilmiah. Satu-satunya filter untuk mengatasi informasi seperti ini adalah "kecerdasan publik".
Jika programnya baru pada tahapan
sosialisasi lalu apa dasar penghargaan yang diterima bupati Buton Utara?
Mungkin ada argumen seperti ini, bahwa bupati
Buton Utara wajar menerima penghargaan itu karena sejak dulu masyarakat Buton
Utara sudah mengembangkan model pertanian organik yang mengandalkan unsur hara
tanah. Juga pada tahun 2015, 2016, sampai pertengahan 2017 sudah ada yang panen
beras merah organik. Sehingga dapat dikatakan bahwa program bupati Buton Utara
ini hanyalah sekadar melanjutkan apa yang sudah ada. Bupati Buton Utara sudah
selayaknya menerima penghargaan atas inovasinya merumuskan program pertanian
organik itu. Menurut hemat saya jawaban seperti ini sangat keliru. Pertama, ada dan tidak ada program
kabupaten organik, masyarakat Butur tetap ada yang menanam beras merah terutama
daerah-daerah pesisir, seperti desa Torombia, Kecamatan Kulisusu Utara. Jadi
tidak benar jika bupati Buton Utara hari ini mengklaim hasil panen pada tahun-tahuan
sebelumnya sebagai prestasinya atau sebagai hasil programnya.
Kedua,
harus dibedakan antara pertanian tradisional yang digeluti nenek moyang
masyarakat Buton Utara secara turun temurun dengan program pertanian organik
yang dicanangkan pemerintah saat ini. Secara teori mungkin saja bisa dibilang
sama. Namun dalam prakteknya, program pertanian tradisional dilakukan secara
manual dan tanpa aplikasi pupuk, sedangkan program pertanian organik yang
dicangkan pemerintah saat ini menggunakan aplikasi pupuk organik. Jadi sekali
lagi tidak benar jika bupati Buton Utara mengklaim hasil pertanian tradisional
masyarakat Buton Utara sebagai dasar keberhasilan programnya.
Ketiga,
pemberitaan
di koran Kendari Pos tanggal 11 November 2017 dalam halaman “Kendari Pos Award
2017”, menyebutkan dengan sangat jelas dasar pemberian penghargaan kepada
bupati Buton Utara, bukan karena upayanya melanjutkan tradisi pertanian organik
masyarakat Buton Utara, tetapi karena keberhasilannya dalam mewujudkan program
pertanian organik yang hasilnya sudah diekspor ke Belanda. Tapi faktanya,
program pertanian organik bupati Buton Utara saat ini belum memasuki tahapan
penanaman, bagaimana mungkin ada panen dan ekspor. Oleh sebab itu berita
tentang panen di lahan ribuan hektar (sawah dan ladang) yang sudah ditanami
secara organik, dengan hasil ratusan ton dan sudah di ekspor ke Belanda adalah
berita yang tidak benar alias hoax versi
pemerintah.
Jika dasar penerimaan penghargaan itu tidak
didukung oleh fakta, maka apa yang harus dirayakan? Apakah kita ingin merayakan
sebuah realitas simulasi yang tidak didukung oleh realitas alias merayakan
kepalsuan, apakah kita adalah para pemuja citra yang serba “seolah-olah”. Namun,
fenomena perayaan citra itu bukanlah hal yang baru dalam kebudayaan
pasca-modern ini. Orang Jepang bahkan menganggap sosok robot kucing (yang tidak
nyata) dalam film Doraemon yang pernah dinobatkan sebagai Asian Heroes 2002 oleh Majalah Times karena kesuksesan film itu dalam membangkitkan imajinasi generasi muda di Jepang untuk tumbuh sebagai bangsa yang unggul. Lihat pula bagaimana sosok John Rambo dalam film First Blood
dikagumi walaupun tokoh bernama Rambo tersebut hanyalah tokoh rekayasa. Dalam
film itu (First Blood Part II) John Rambo (mantan tentara terlatih Amerika)
bahkan digambarkan mampu mengalahkan Vietkong seorang diri, suatu gambaran yang
begitu bertentangan dengan realitas sejarah, sebab faktanya Amerika tidak
pernah menang melawan Vietnam. Banyak orang yang protes dan menyebut film Rambo
itu sebagai suatu pembohongan yang lakukan Amerika. Tetapi dalam analisa yang
lain, film tidak bisa dianggap netral dari kepentingan dan ideologi pembuatnya.
Film adalah sebuah ekspresi ideologis, dimana Amerika melalui film Rambo menyatakan
hegemoninya kepada dunia. Bagi orang Amerika, John Rambo sudah menjelma menjadi
sosok pahlawan nyata yang menegaskan kemenangan Amerika.
|
First Blood Part II |
|
Sosok Doraemon Asian Heroes 2002 versi Majalah Times |
Apakah citra program padi organik yang saat
ini sudah melekat pada Kabupaten Buton Utara dapat dimaknai seperti layaknya kemunculan
sosok John Rambo dan Doraemon? Fenomena ini memiliki kemiripan. Walaupun
kenyataannya program ini belum berhasil tetapi kita seolah-olah menganggapnya
sudah berhasil—yang belum nyata menjelma menjadi nyata—demi sebuah kebanggaan
daerah atau tujuan lainnya. Hal ini sama saja seperti orang Amerika yang bangga
dengan sosok fiksi John Rambo karena mengalahkan Vietnam seorang diri atau
orang Jepang yang bangga dengan sosok Doraemon yang tidak nyata itu. Semua itu dilakukan
untuk mengangkat citra negara mereka dan bagi pemerintah daerah Buton Utara
dapat berargumen serupa, bahwa citra pertanian organik dipublikasikan secara
masif sekalipun program itu belum berhasil tidak lain bertujuan untuk
mengangkat citra daerah.
Namun, seperti yang sudah saya uraikan
sebelumnya, yang diuntungkan dalam politik citra seperti itu hanyalah penguasa,
sebab rakyat tidak bisa hidup dengan kebanggan semata. Rakyat butuh realisasi
program yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu, realisasikan
dulu programnya, sukseskan, dan setelah itu terima penghargaannya yang datang dari
lembaga manapun. Namun, jika program pemerintah belum berhasil, silakan pemerintah
Kabupaten Buton Utara membangun citranya di luar sana dan menerima berpuluh-puluh
atau bahkan beratus-ratus penghargaan, tetapi pemerintah tidak akan pernah
mendapatkan satu pengenghargaan tertinggi, yakni penghargaan yang datang dari
masyarakat Buton Utara sendiri []