Ilustrasi Petani Jambu Mente (sumber: http://cybex.pertanian.go.id) |
Jambu mente adalah salah satu komoditas utama (setelah
kelapa) bagi sebagian besar petani di Buton Utara. Jika dibandingkan dengan
kelapa, tanaman jambu mente punya beberapa kelebihan, yakni proses panen hingga
ke proses penjualan yang relatif lebih praktis. Panen kelapa hingga ke proses
penjualan harus melalui beberapa tahapan: dipanjat terlebih dahulu, dipikul,
dikupas, dibelah, dikeringkan (dijemur atau dipanasi di atas para-para/tapaa-Bahasa Kulisusu), dipisahkan dari
tempurungnya, diiris-iris baru kemudian bisa dijual. Sementara proses panen
jambu mente sangat sederhana: dipungut buah jambu mente yang berjatuhan di
tanah, dipisahkan buah dan bijinya, dikeringkan di bawah sinar matahari lalu kemudian
dijual. Hanya saja, kelemahan jambu mente adalah tanaman musiman yang hanya
berbuah setahun sekali, kira-kira pada bulan September hingga Desember.
Masalah utama bagi produktivitas tanaman jambu mente adalah
masalah iklim. Jika cura hujan terlalu tinggi, itu dapat merusak bunga jambu
mente. Jambu mente lebih cocok dengan cuaca panas saat berbunga. Untuk tahun
ini, pengetahuan lokal (warisan orang tua dulu) masyarakat Buton Utara mengenai
pergantian musim mulai ditantang keabsahannya. Cuaca yang tidak menentu saat
ini membuat prakiraan cuaca beberapa orang (berdasar pada pengetahuan lokal
tentang musim) meleset. Maka, pengetahuan lokal menjadi tidak efektif lagi
untuk menjamin keberhasilan petani jambu tahun ini.
Di tambah lagi masalah produktivitas jambu yang mulai menurun
yang tidak bisa lagi dijawab dengan pengetahuan tradisional yang ada. Hal ini
menyebabkan hampir semua petani jambu mente di Buton Utara mencari sumber
pengetahuan baru. Pertanyaan yang ingin dijawab adalah bagaimana cara yang
tepat dalam meningkatkan produktivitas jambu mente? Sebagai hasil proses pencarian
pengetahuan baru itu, sejak satu tahun lalu petani jambu mente di Buton Utara
sudah mulai mengenal dan menggunakan pupuk perangsang buah jambu mente dan
pestisida. Mereka menyebutnya sebagai “obat” atau “pakuli” dalam bahasa Kulisusu. Namun sekali pun demikian, kurangnya pengetahuan mengenai penggunan pupuk dan cuaca
yang tidak menentu menjadi ancaman menakutkan bagi produktivitas jambu mente di
Buton Utara tahun ini.
***
Tak bisa dia sembunyikan lagi--walau ditutupi dengan senyum
dan lelucon seperti biasanya--wajah haru sahabat saya itu kian tampak. Tawanya
dan suaranya yang keras tak mampu lagi menjadi topeng baginya. Tangan kanannya
sesekali mengusap muka dan menggaruk kepalanya dengan rambut mulai berguguran
satu-satu. Mungkin saja ada masalah yang membayangi alam pikirnya. Ia adalah salah
satu petani jambu mente di Buton Utara, sebut saja namanya La Abdul (nama
samaran). Jika saya ada di kampung halaman, hampir tiap malam kami bertemu di
warung kecil tempat kami biasa bermain kartu dan menghabiskan cerita. Jadi saya
cukup kenal dengan La Abdul ini.
Beberapa bulan lalu, kira-kira di awal bulan September 2016,
saya bertemu dia di warung yang sama. Ia sangat ceria dan penuh harapan saat
bercerita tentang jambu mente miliknya yang berbunga bagus. Ada harapan mengenai
penghasilan yang cukup untuk keluarganya beberapa bulan kedepan yang terselip
dalam setiap ceritanya. “jika cuaca tidak hujan, insya Allah panen jambu tahun
ini bisa memuaskan” katanya. Lalu ia bercerita lagi mengenai “obat” yang bisa
dipakai untuk merangsang pertumbuhan jambu mente. Dia mengenal seorang teman
yang tahun lalu cukup berhasil memakai “obat” yang bisa merangsang
produktivitas buah jambu mente; “tapi” katanya, “teman itu tidak mau berbagi
pengetahuannya”.
Walau sumber pengetahuan yang representatif sulit mereka
peroleh, para petani jambu mente termasuk La Abdul tetap berupaya mencari
sumber pengetahuan mengenai jenis-jenis pupuk, termasuk mencari tahu dosis
petani-petani jambu mente di Wawo Ni’i, yang tidak jauh dari Buton Utara.
Bahkan ada juga yang mencoba-coba hal-hal baru seperti La Abdul yang akan saya
ceritakan berikut.
Suatu ketika tiba-tiba datang inspirasi di benak La Abdul. Ia
teringat pelajaran IPA di sekolah dulu bahwa salah satu yang
mempengaruhi proses pembuahan serbuk sari pada putik adalah bantuan
lebah. Untuk itu, muncul ide untuk memanfaatkan lebah dalam membantu
proses pembuahan bunga jambu mentenya. La Abdul memikirkan bagaimana cara menarik
perhatian lebah agar mau datang hinggap di jambunya. Ketika memikirkan hal itu, ide yang terlintas dibenak La Abdul adalah menggunakan pemanis agar lebah tertarik perhatiannya. Ia membeli minuman Jas-Jus rasa stowbery--jenis minuman serbuk
yang dilautkan yang biasa dijual di kios-kios--dalam jumlah yang banyak. Menurutnya
rasa strowbery sangat kuat rasa dan baunya hingga bisa menarik perhatian lebah.
La Abdul kemudian mengisi serbuk minuman itu dalam tangki
semprot berisi air dan mengaduknya hingga semua larut. Setelah itu, La Abdul
menyemprotkan larutan jas-jus itu ke
bunga jambu mente miliknya sampai habis. Kemudian ia menunggu berjam-jam
setelah menyemprotkan laurtan jas-jus itu.
La Abdul menunggu dengan penuh harap agar lebah berdatangan menghinggapi bunga
jambu mentenya. Tapi, hari sudah hampir soreh, tak ada seekor lebah pun yang
datang. Ia kemudian pulang dalam keadaan kecewa.
Jambu Mente Muda |
Buah Jambu Mente Siap Petik |
Karena ide awalnya
gagal, maka La Abdul mulai berpaling pada pupuk kimiawi hasil pabrik. Dengan
pengetahuan pas-pasan (bermodal kata orang) La Abdul menghabiskan uang puluhan
ribu hingga ratusan ribu untuk membeli beberapa jenis pupuk. Berdasarkan pengetahuan yang dia dengar dari orang lain, La Abdul mencampur beberapa jenis pupuk dalam satu tangki lalu disemprotkan pada bunga
jambu mentenya. Setelah itu, ia memantau hasil atau perkembangan jambunya
tiap hari. Jika dalam waktu empat sampai tujuh hari belum ada perubahan, La
Abdul tergiur lagi untuk mencoba pupuk merek lain yang diminati banyak orang.
Demikian seterusnya hingga tak sadar ia sudah menghabiskan jutaan rupiah hanya untuk
membeli pupuk. Selain itu, tanpa sadar pula Jambu mente La Abdul sudah seperti
“jambannya” pupuk yang bermacam-macam jenisnya
Sialnya, belum juga berhasil pemupukan yang dilakukan La Abdul hujan sudah turun
dengan intensitas tinggi dan tak menentu. Jeri payahnya selama ini sirna
seketika terhapus tetes-tetes air hujan yang jatuh dari langit. Kini bunga
jambu mentenya rusak dan sudah menjadi hitam akibat curuh hujan yang tinggi. Tentu saja bayangan gagal panen
sudah jelas di depan matanya. Pantas saja La Abdul malam ini menyimpan masalah
di balik senda gurau dan lelucon yang diucapkannya.
***
Cerita tentang La Abdul di atas hanyalah satu di antara
banyak petani jambu yang terancam gagal panen tahun ini. Juga soal penggunaan
pupuk dengan sistem coba-coba merupakan gambaran umum petani jambu mente di
Buton Utara. Mereka kebingungan ketika pengetahuan dan cara-cara tradisional
yang diwariskan dalam mengatasi tumbuhan jambu mente tak lagi relefan untuk
menjawab perubahan iklim dan menurunnya produktivitas jambu mente. Ironisnya, di tengah kegamangan
dan kebingungan itu, tak ada upaya dari pemerintah terkait untuk merespon
problem para petani jambu mente ini. Akibatnya, para petani itu mencari tahu
sendiri cara dan jenis pupuk apa yang bisa meningkatkan produktifitas jambu
mente. Hasilnya adalah sistem coba-coba seperti yang dilakukan oleh La Abdul di
atas. Harusnya ada respon dari pemerintah terkait untuk membimbing para petani
jambu mente dalam menghadapi dan menemukan solusi dari masalah cuaca yang tidak
menentu dan rendahnya produktifitas jambu mente. Salah satunya adalah dengan
sentuhan IPTEK di bawah asuhan orang-orang yang ahli dibidangnya.
0 komentar:
Posting Komentar