Orasi Politik Abu Hasan Sesaat setelah Pendaftaran Calon Bupati Buton Utara Periode 2015-2020 di KPUD Buton Utara, Buranga |
Malam itu tanggal 8 September 2013, aku mengunjungi
kediaman Abu Hasan di Kota Kendari. Tanggal pertemuan ini dan apa yang aku
bicarakan dengannya saat itu tercatat dengan rapi pada buku catatan harianku.
Masih ku ingat dengan baik bagaimana Abu Hasan menyambut saya dengan baik dan
senyum hangat di kediamannya yang sederhana, walaupun saya hanya seorang
mahasiswa yang tak pernah ia kenal. Isi percakapan itu berkaitan erat dengan
rencana penulisan tesisku pada Program Pascasarjana Jurusan Antropologi Unhas
yang saat itu belum terumuskan dengan baik. Sesuatu yang tak terduga,
perjumpaan itu menjadi inspirasi yang bernilai bagi kesuksesan studiku. Karena
itu, percakapanku dengannya malam itu saya cantumkan dalam pembahsan tesis saya
yang berjudul: Menyikap Tabir Kuasa di Tanah Buton, Orang Kulisusu,
Identitas dan Kekuasaan. Nah! bagaimana bisa aku berpikir bahwa Abu Hasan
bisa memberi saya informasi tentang rencana tesisku?
Sejak 2010 silam aku mulai menaruh perhatian besar
pada sejarah etnis Kulisusu yang mendiami Kabupaten Buton Utara. Selain sebagai
mahasiswa jurusan sejarah, perhatian itu terutama didasari oleh pengaruh spirit
intelktual cendekiawan Gorontalo tempatku menuntut ilmu yang aktif menggali
warisan sejarah dan kebudayaannya. Spirit ini kemudian kusadari sebagai efek
transisi ke arah modernisme atau faseh liminalitas ala Victor Turner,
yakni sebuah faseh di mana kita akan memasuki masa depan yang baru dan tak
ingin tercerabut dari masa lalu. Karena itu upaya menghidupkan kembali masa
lalu menjadi sebuah keharusan bagi para sarjana yang menyadari faseh ini.
Pengaruh gerakan intelektual ini cukup kuat, karena itu aku memutuskan upaya
yang sama menggali warisan sejarah di daerahku Buton Utara, agar nilai-nilai
budaya tidak terlupakan saat menyongsong era modern yang dipenuhi oleh arus
budaya global.
Sampai saya selesai menempuh pendidikan sarjana dengan
Sripsi terkait sejarah Kulisusu, aku tak pernah kenal pemikiran Abu Hasan dan
apa pentingnya dia bagi penelitian tentang sejarah Kulisusu. Aku hanya tahu Abu
Hasan sebagai kandidat wakil Bupati yang kalah dalam pilkada Buton Utara tahun
2010. Hingga kemudian aku melanjutkan studi magister di PPs Jurusan Antropologi
Unhas saya melanjutkan minat mendalami sejarah Kulisusu. Suatu ketika aku
mendapat kabar ada dosen sejarah Universitas Haluoleo yang telah melakukan
penelitian di Buton Utara. Aku berusaha mendapatkan laporan hasil penelitian
itu di dinas terkait, BAPPEDA Kabupaten Buton Utara. Beruntung aku
diperbolehkan mengkopi laporan hasil penelitian itu.
Di situlah aku mengenal pemikiran Abu Hasan, yakni
saat mengotak-atik lembar demi lembar hasil penelitian itu. Sebab penelitian
itu sangat banyak mengutip hasil penelitian Abu Hasan yang berjudul: "Benteng
Lipu sebagai Pusat Sejarah dan Kebudayaan Masyarakat Kulisusu". Tak
bisa aku pungkiri saya mengagumi redaksi judul ini. Untuk ukuran mahasiswa S1
saya pikir redaksi judul menarik seperti ini hanya bisa dirumuskan oleh seorang
mahasiswa yang pembelajar dan punya kapasitas intelektual mumpuni. Rasa
penasaranpun muncul untuk menemui sosok intelektual ini. Tapi karena kesibukan
studiku dan tidak adanya akses tentang beliau, aku tidak punya waktu untuk
menemuinya secara langsung.
Perjumpaan Yang Bersahabat
Soreh itu aku baru tiba di Bandar Udara Haluoleo
Konawe Selatan. Dari Kota Makassar aku sudah berencana menemui Abu Hasan yang
sebelumnya hanya kulihat di baliho saat ia mencalonkan diri sebagai wakil
bupati pada 2010 silam. Senyum penjemputku terlihat di kerumunan banyak orang
yang menawarkan tumpangan di depan pintu kedatangan bandara. Dia adalah
sepupuku yang sedang kuliah di Universitas Haluoleo Kendari. Kebetulan adiknya
tinggal di rumah kos-kosan milik Abu Hasan yang ada di samping rumahnya. Ah,
mungkin terlalu berlebihan kalau kusebut mirip Tjokroaminoto yang punya
kos-kosan di belakang rumahnya tempat Bung Karno, Musso, Kartosoewirjo, dkk
menempah diri dan mengenal politik. Yang jelas aku mendengar informasi Pak Abu
Hasan ada ditempat melalui sepupuku itu. Motor sudah dibunyikan dan aku segera
naik menuju Kota Kendari.
Adzan Magrib baru saja lewat, sepupuku sudah ada di tempat nginapku bersiap-siap mengantar ke rumah kediaman Abu Hasan. Aku yang dari tadi sedang malas-malasan di depan TV bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah itu, kami bergegas menuju rumah kediaman Abu Hasan. Awalnya saya membayangkan rumah yang megah, tapi ternyata dugaanku salah, rumahnya begitu sederhana tapi di desain menarik, di bagian belakang memiliki teras rumah yang didesain seperti taman baca. Aku dipersilahkan duduk di teras itu sebab beliau masih ada tamu lain. Kesempatan menunggu itu kugunakan untuk melihat-lihat sekeliling ruang itu. Di dinding ruangan itu terpajang foto Abu Hasan saat berjabat tangan dengan presiden Soeharto. Sementara di depan ruangan itu adalah ruang terbuka yang didesain serupa taman, cocok sekali menjadi ruang baca. Kesan pertamaku rumah ini adalah rumah akademisi yang hobi membaca.
Tak lama kemudian aku dipersilahkan masuk ke ruang
tamu bagian depan rumahnya. Di sana aku melihat tamu yang tadi ada di dalam
adalah dua orang mahasiswa, lebih tepatnya dua orang kader HMI (Himpunan
Mahasiswa Islam) yang sedang berdiskusi dengannya. Waktu itu aku
diperbolehkan mengambil sedikit waktu mereka. Abu Hasan menyambutku
dengan senyumnya yang bersahabat, walau dia tak pernah mengenalku sebelumnya.
Aku segera memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan kedatanganku, ingin
berdiskusi mengenai sejarah Kulisusu untuk keperluan menulis tesis.
Setelah beliau menjawab beberapa pertanyaanku ia
kemudian mengambil skripsinya dari tumpukan bukunya. Itu adalah skripsi yang
tebal, sekitar dua kali lipat tebalnya skripsiku dulu. Skripsi itu ditulis pada
1989 dengan menggunakan mesin ketik, aku membayangkan berapa lama skripsi
setebal itu ditulis dengan menggunakan mesin ketik. Aku yang sudah dimanjakan
dengan teknologi dan program microsof office yang serbah canggih belum
tentu mampu berkata-kata sebanyak itu saat menulis skripsi. Tapi bukan tebalnya
itu bagian yang memukau, di lampiran skripsi itu aku melihat gambar-gambar
Benteng Lipu dan gambar kulit kerang (Kulisusu) yang digambar
manual lengkap dengan ukuran-ukurannya. Aku bertanya padanya: "bagaimana
caranya kita mengukur ini bang (panggilan khas kader HMI pada seniornya)?"
Ia menjawab: "saya mengukurnya secara manual, dan informan-informanku saat
itu sudah banyak yang meninggal". Tampaknya dulu Abu Hasan adalah sosok
mahasiswa yang telaten menulis, belajar dan serius melakukan riset. Aku yang
sedang menempuh studi magister merasa "tertampar" oleh keseriusan
studi Abu Hasan pada 1989 silam. Saati itu aku merasa belum pernah seserius itu
melakukan studi lapangan.
Aku memuji karya tulisnya itu dihadapannya, tapi ia
dengan rendah hati menyatakan bahwa ia malu membaca tulisannya itu yang kurang
mendalam pembahasannya. Ia bilang tulisan itu lebih banyak mendeskripsikan
ketimbang menganalisis. Sambil bicara ia kemudian mengeluarkan tesis S2-nya di
Universita Negeri Jakarta (UNJ) yang sangat tebal. Tentu saja dari
jawaban-jawabannya dan nuansa yang aku rasakan di rumah itu menggambarkan bahwa
pemilik rumah ini adalah seorang akademisi yang cerdas. Selain itu ia tampak religius
dan sangat bersahabat. Sebagai kader HMI aku merasa, Abu Hasan masih sangat
kentang dengan tradisi ke-HMI-an. Setelah itu aku segera pamit pulang, dan
sebelum meninggalkan rumah, aku sempat di ajak makan malam oleh anak-anak
kos-kosan di samping rumahnya. Dan mengejutkan sekali, ternyata kami mengambil
makanan di dapur rumah Abu Hasan.
Kisah di atas hanyalah sekelumit ingatan saat saya
berjumpa dengan Abu Hasan. Setelah itu aku tak pernah lagi berjumpa dengannya.
Tapi aku selalu ingat sifatnya yang santun, bersahabat dan religius itu. Aku
juga mengingatnya sebagai senior HMI yang masih kental dengan warna dan spirit
hijau-hitam. Kabar terakhir yang aku dengar, ia kembali bertarung di Pilkada
Buton Utara melawan incumbent yang punya kapital ekonomi melimpah. Aku
hanya bisa berharap semoga Kakanda bisa memenangkan kompetisi dan tetap amanah
dalam mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.
0 komentar:
Posting Komentar