Ingatanku selalu hidup tat kala mengenang masa itu. Semua
detail suasana itu masih segar dalam ingatan, saat langkah kakimu menggiringmu
padaku, 8 tahun silam. Aku juga masih mengingat detail-detail ekspresimu yang
tidak suka saat aku menyatakan cinta. Tapi cintaku yang keras kepala akhirnya
membuatmu mau menerimaku. Walau aku bisa merasakan bahwa cintamu tak begitu
serius, seperti terpaksa oleh keadaan, menghargai saya sebagai senior, tapi aku
bahagia. Aku menyadari semua itu, namun inilah tantangan buatku, biarlah waktu
yang mengubah rasa di hatimu agar cintaku benar-benar terbalaskan.
Waktu berjalan dengan cepat, aku mulai merasakan cinta yang
tumbuh pelan-pelan di hatimu. Tentu saja aku sangat bahagia dengan perubahan
itu. Namun, hanya dua tahun berjalan, kau mulai berubah. Sosok laki-laki lain
kini hadir di antara kita. Ia sosok pria yang lebih dewasa, lebih baik dan
lebih segala-galanya dariku, sementara aku hanyalah pria membosankan,
temperamental yang tidak pernah mau merubah diri seperti pintamu. Kamu hanya
menitip pesan padaku: “bila kita berjodoh pasti akan bertemu lagi dikemudian
hari.” Tapi aku tak peduli dengan itu dan aku jatuh dalam duka yang panjang.
Lima tahun berlalu, perpisahan yang menyisakan duka medalam
itu masih saja menghantui. Namun pertemuanku kembali denganmu telah merubah
segalanya. Aku tetap tak dapat menyembunyikan perasaanku padamu. Meskipun sudah
banyak hati yang pernah singgah, tapi tak satu pun mampu mengambil
posisi yang pernah engkau tempati. Kau mungkin tak secantik bidadari, namun
sosok dirimu begitu penuh di hati. Mungkin inilah pertemuan yang engkau impikan
dulu, yang kau pesan padaku saat kita berpisah.
Terpisah selama lima tahun tanpa kabar adalah perpisahan yang
cukup lama, tapi tak cukup lama untuk memadamkan api cinta yang sudah kita
nyalakan. Kini hati sudah bulat untuk meminangmu menjadi pendamping hidupku.
Aku tak peduli siapa laki-laki yang bersamamu saat itu, aku harus menyampaikan
niat tulusku yang sudah jelas arahnya. Tak butuh waktu lama, kau akhirnya menjawab
lamaranku dan lenyaplah semua duka yang pernah ada.
Tuhan sungguh Maha Adil, Dia mempertemukan kita lagi pada
masa yang tepat, saat kita telah banyak menempa diri dengan pengalaman hidup,
masa di mana kita telah belajar melawan keegoisan kita. Hari itu Jumat, 23
Oktober 2015, tali cinta kita diikat dengan janji suci pernikahan. Kita berdua
melangkah dengan ringan ke pelaminan, hati kita puas dan bahagia, jiwa kita terang
dan mantap sebab kita telah menempuh jalan panjang untuk memenangkan hati kita.
***
Mencintaimu dari awal adalah keputusan yang tidak akan pernah
aku sesali. Kini kita telah hidup bersama memenuhi mimpi-mimpi kita yang dulu.
Walau kita tak punya apa-apa, tapi jiwa kita tenang, damai dan bahagia. Di
dunia ini kau adalah segalanya bagiku. Dan kini engkau telah tumbuh menjadi
jiwa yang tegar dan penuh sabar. Pengalaman hidup telah membawa jiwamu terbang
tinggi hingga pandanganmu menjadi luas melihat dunia ini. Kau tak hanya
memberiku cinta yang tulus, tapi juga telah menjadi guru bagiku. Darimu aku
belajar ketegaran dan kesabaran.
Di tempat tugasmu, fasilitas yang minim, tiap hari mandi air
keruh dan air laut tidak membuatmu kapok untuk tinggal. Bahkan demi tugas, kau
tak peduli dengan kesehatanmu sendiri. Aku masih ingat, hari itu kau sedang tak
enak badan, dan kebetulan aku ada urusan penting di kota. Aku mengajakmu
pulang, namun kamu lebih memilih tinggal hanya hanya karena tidak mau terlalu
lama meninggalkan kewajibanmu mengajar siswa-siswimu di sana. Aku berusaha
membujukmu pulang, tapi kamu keras kepala untuk tinggal.
Aku pulang sendiri saat itu dan sempat kecewa denganmu karena
lebih memilih tinggal di situ dari pada pulang menemaniku. Aku juga kecewa
padamu yang keras kepala dan tak peduli kesehatan sendiri. Tapi kemudian aku
sadar, aku sebenarnya sedang marah pada diriku sendiri karena tak mampu setegar
kamu. Aku marah karena kualitas jiwamu tak mampu aku capai. Aku masih labil dan
kadang-kadang hanya dikuasai dorongan keinginan pribadi tanpa peduli dengan
kepentingan orang lain. Kini aku sadar betapa beruntungnya aku memilikimu. Mungkis Tuhan telah mengirimu padaku untuk menuntun langkahku memenangkan kebaikan dalam
hati. Aku percaya, bila kita telah mampu memenangkan cinta, kita akan
mampu memenangkan kebaikan di hati kita. Semoga Allah senantiasa melindungi dan
menuntun rumah tangga kita ke arah kebaikan dan kebahagiaan hidup. Amin…
0 komentar:
Posting Komentar