Minggu, 04 Oktober 2015

BAHASA DALAM PEMBENTUKAN ILMU PENGETAHUAN ZAMAN KLASIK (ABAD XVII-XVIII) Telaah Konsep The Quadrilateral Language Michel Foucault

Michel Foucault

Bahasa Sebagai Episteme

Bahasa sebagai alat komunikasi sehari-hari tanpa disadari membentuk cara-cara kita berpengetahuan, cara-cara kita menganalisis, merumuskan wacana, dan menentukan pola-pola diskursus tertentu. Hal ini merupakan sebuah fenomena yang disadari oleh Foucault yang dituangkannya dalam buku The Order of Things. Buku tersebut bercerita mengenai sistem gramatika bahasa yang mempengaruhi penyusunan pengetahuan masayarakat Eropa pada abad ke-17. Tak hanya itu yang menarik dari buku ini adalah telaah Foucault mengenai kemunculan ilmu-ilmu sosial yang melihat manusia sebagai daging, hasrat, dan sebagai individu. Menurut Foucault kemunculan ilmu-ilmu yang melihat manusia sebagai individu yang berdaging dipengaruhi oleh perubahan episteme bahasa. Seperti apa penjelasannya akan di uraikan di bawah ini.


Menurut Suyono (2002), tafsiran kebahasaan Foucault sebagai dasar episteme pembentukan ilmu pengetahuan merupakan analisis yang paling berani. Disamping berani menurut saya bagian ini merupakan bagian yang paling rumit ditelaah dalam pandangan Foucault dibanding memahami metode arkeologi dan genaologinya (walaupun kajian The Order of Things merupakan kelanjutan dari Arkeologi Pengetahuan). Pada abad ke-16, pemahaman manusia tentang bahasa berkisar pada hubungan ibu-anak atau analisis historis bahasa yang menyebabkan kelahiran bahasa lain. Misalnya bahasa Yahudi dianggap sebagai bahasa tertua yang melahirkan bahasa Syiria dan Arab, sedang Yunani melahirkan bahasa Mesir dan Copitc, bahasa Latin menimbulkan bahasa Itali, Spanyol dan Prancis, Tetonic melahirkan bahasa Jerman, Inggris maupun Flemis (Suyono, 2002: 233). Namun, memasuki abad ke-17, pemahaman historisitas bahasa berubah menjadi pemahaman keteraturan struktur bahasa, keteraturan tipologik kelompok yang menempatkan subjek pada urutan pertama, tindakan di urutan kedua dan objek di urutan ketiga seperti bahas Inggris, Perancis dan Spanyol.

Dalam tafsiran Foucault keteraturan tipologi yang mewakili semangat zaman pada waktu itu adalah konstruksi gramatikal Port-Royal Logic yang menyusun bahasa berdasarkan sistematika model nomenklatur yaitu sistematika visual berdasarkan urutan dan tabulasi nama-nama. Dengan tabulasi nama-nama ini hubungang antara elemen-elemen bahasa bisa dibayangkan dikonstruksikan menjadi hubungan yang benar-benar rigorus dan visible (Suyono, 2002: 234-235). Melalui visibilitas ini bahasa oleh Port-Royal Logic menjadi sungguh-sungguh dibangun untuk menjadi bahasa analisis, kombinasi bahasa artikulasi pikiran yang didalam sistem tanda verbal logika dapat dipakai menjadi simbol-simbol buatan atau alat operasional pikiran yang universal. Foucault merumuskan hasil konstruksi pengaturan bahasa oleh Port-Royak Logic sebagai The Quadrilateral Language.

Analisis Foucault tentang quadrilateral bahasa ini membagi empat fungsi bahasa yang mengartikulasikan pemikiran verbal manusia yakni: Pertama, Proposisi, yakni teori yang menjelaskan hakikat bahasa tidaklah bermula dari ekspresi, tapi dari suatu diskursus atau uraian pikiran. Kata apapun yang terlontar dari dari mulut manusia menurut teori ini dapat dikenali merupakan elemen dari sebuah bangunan uraian atau proposisi. Kedua, teroi mengenai Artikulasi yang menyatakan bahwa betpapun murni, sederhana atau arkaisnya sebuah bunyi seperti tangisan, pasti bunyi tersebut merepresentasikan artikulasi dan intonasi tertentu yang merepresentasikan pikiran dibalik bunyi itu. Ketiga, teori mengenai Designasi yakni teori yang menguraikan persoalan bagaimana bahasa sebagai sebuah instrumen penunjuk pada asal-mulanya tidak bermula dari ekspresi gerak alamiah, tapi dari kemampuan manusia untuk menganalisa tanda (bahasa adalah yang memeberi nama dan melengkapi gerak-gerak dan isyarat-isyarat natural). Keempat, teori mengenai Derivasi yakni teori yang menjelaskan persoalan persebaran, mobilitas dan perkembangan bahasa ditentukan oleh dimensi ruang (bukan dimensi waktu).

Keempat fungsi bahasa tersebut jika digambarkan dalam bentuk bujur sangkar, maka artikulasi akan berpasangan dengan proposisi pada bagian atas, sementara designasi dan derivasi berpasangan pada bagian bawah. Selain hubungan berpasangan ini, terjadi hubungan diagonal yakni artikulasi perhubungan dengan derivasi, serta proposisi berhubungan dengan designasi. Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan gambar bagan The Quadrilateral Language di bawah ini (Suyono, 2002: 254)
Konsep Quadrilateral Language menurut Michel Foucault

Gambar di atas memperlihatkan kerumitan hubungan-hubungan fungsi bahasa yang dijelaskan oleh Foucault. Saya harus membaca berulang-ulang bagian ini hanya untuk mendapatkan sepercik pemahaman dari segala kerumitan dan keseriusan analisis Foucault untuk mengungkap episteme bahasa yang memengaruhi pembentukan ilmu-ilmu pada abad ke-17 dan abad ke-18. Saya akan menjelaskan makna hubungan-hubungan ini yang kemudian akan berimplikasi pada kemunculan ilmu-ilmu botani, zoologi, dan ilmu ekonomi.

Artikulasi berpasangan dengan proposisi sebab artikulasi bunyi dan suara-suara dapat memberi isi kepada komponen uraian pikiran atau proposis. Tanpa artikulasi bunyi, uraian pikiran tidak akan tersampaikan dengan jelas, sehingga hubungan ini tetap menunjukan bahwa bunyi, suara dalam bahasa merepresentasikan uraian pemikiran atau proposisi. Hubungan berikutya adalah designasi dan Derivasi. Designasi (kemampuan menganalisa tanda) akan memberi nominasi kepada mobilitas bahasa dalam ruang. Misalnya tanda yang menunjukan jumlah uang pada mata uang, dimana tanda memberi nilai nominal dalam ruang yakni uang itu sendiri. Contoh lain juga misalnya penghitungan jumlah serbuk sari pada bunga, dimana tanda-tanda menominasikan kuantitas serbuk sari dalam ruang yakni bungan itu sendiri.

Selain hubungan berpasang-pasangan tersebut, terdapat juga hubungan diagonal yakni hubungan antara artikulasi dan derivasi serta hubungan antara proposisi dan designasi. Hubungan antara artikulasi bunyi-bunyi dan suara-suara dengan derivasi (mobiltas bahasa dalam ruang) menunjukan progresi bahasa. Sementara hubungan antara proposisi (uraian pikiran) dan designasi (tanda-tanda) merupakan hubungan representasi dimana tanda sebagai prepresntasi dapat merepresentasikan alur pikiran manusia. Fungsi-fungsi bahasa yang diuaraikan tersebut menurut Foucault mengarahkan ilmu pengetahuan pada kecenderungan pada analisis penyusunan tanda-tanda, bunyi-bunyi, nama-nama yang merepresentasikan proposisi-proposisi tertentu atau disebut nomenklat. Dan menurut Foucault dalam gambar quadrilateral language di atas, fungsi-fungsi nomenklatura ini berpusat pada titik perpotongan garis diagonal dalam bujur sangkar (lihat gambar sebelumnya).

Ber-platform-kan episteme bahasa ini yang menata realitas berdasarkan sistem nomenklatur, maka menurut Foucault dapat diamati bagaimana seluruh ilmu-ilmu pengetahuan umum periode Klasik menata dan memformat realitas ilmiahnya dalam batas lingkup nomenklatur bahasa. Sehingga tidak mengherankan apabila ilmu-ilmu pengetahuan pada periode klasik yang muncul sebagai format ilmiah pengetahuan adalah: taksonomi (lihat Suyono, 2002: 241-242).

Menurut pengamatan Foucault, pengaruh epistemologi The Quadrilateral Language tersebut dapat dilacak pada sejarah ilmu-ilmu natural yakni studi mengenai tumbuh-tumbuhan dan hewan serta studi mengenai kekayaan. Studi-studi ini kemudian dalam perkembangannya menjadi: ilmu biologi dan ekonomi. Dalam buku The Order of Things, Foucault berusaha menunjukan bagaimana ilmu-ilmu di atas tidak keluar dari batas-batas apriori bagan The Quadrilateral Language.

Studi mengenai tumbuh-tumbuhan dan hewan pada zaman Klasik tidak mengkaji mengenai organ dalam hewan dan tumbuhan, melainkan memusatkan diri pada telaah struktur dan karakter tumbuhan dan hewan. Kedua sasaran pengamatan tersebut merujuk pada hal-hal yang dapat diamati dari tumbuhan dan hewan yakni dari segi eksternalnya saja atau pada hal-hal yang visible dari hewan dan tumbuhan. Studi-studi seperti ini hanya mengandalkan kemampuan panca indra untuk menyerap objek-objek studi. Ditemukannya alat bantu optik seperti mikroskop yang menandai revolusi ilmiah pada waktu itu lebih dimaksudkan semata-mata untuk melengkapi keterbatasan panca indra. Dalam hubungannya dengan The Quadrilateral Language Foucault mengatakan bahwa pengamatan pada waktu itu menjadi mungkin pertama-tama bukan karena orang berminat untuk mengamati secara teliti dan detail objek-objek, melainkan karena orang ingin mengatur dan memberikan nama-nama yang membedakan atau menyamakan antara objek yang satu denga berbagai objek lainnya sesuai dengan fungsi bahasa dalam The Quadrilateral Language.

Foucault menjelaskan bahwa untuk memnetukan struktur dan karakter sebagai satu-satunya sasaran dalam studi botani (tumbuhan) dan zoologi (ilmu tentang hewan) pada abad Klasik, maka yang harus ditempuh oleh ilmu taksonomi adalah mengobservasi empat variable verbal elemen-elemen tumbuhan yakni: bentuk elemen tumbuhan, kuantitas elemen tumbuhan, cara elemen tumbuhan didistribusikan, serta jarak relatif elemen tumbuhan. Bila seorang ilmuwan botani akan mempelajari sistem reproduksi tanaman, maka ilmuwan tersebut harus menghitung berapa jumlah serbuk sari dan putik atau mencatat kehilangannya (Kuantitas)  dalam rangka identifikasi untuk pemberian nama. Kemudian berturut-turut sang ilmuwan akan memperhatikan bagaimana posisi geometris tersebarnya putik dan serbuk sari pada bunga apakah membentuk lingkaran, segitiga atau hexagonal (cara elemen didistribusikan). Dengan cara yang begitu teliti, sangat diharapkan agar seorang ilmuwan mampu mendeskripsikan nama-nama identitas partikular dari berbagai jenis tumbuhan maupun hewan. Tujuannya adalah untuk menemukan nama diri (proper noun) dari berbagai elemen tumbuhan. Menurut Foucault, tujuan ini bila dicermati sejalan dengan fungsi Artikulasi dan proposisi bahasa dalam bagan The Quadrilateral Language.

Observasi karakter pada studi Botani dan Zoologi, dimaksudkan untuk mencari identitas umum dari berbagai jenis identitas partikular tanaman yang visible. Bila observasi struktur tumbuhan bertujuan untuk merumuskan proper noun (nama diri) maka pada observasi karakter bertujuan untuk mencari nama umum (common noun). Metode ini ditempuh dengan cara membandingkan secara total berbagai persamaan dan perbedaan elemen-elemen tumbuhan yang telah diketahui proper noun-nya. Misalnya seorang tokoh botani waktu itu benama Linneaus menetapak batas minimum jumlah persamaa identitas partikular elemen-elemen tumbuhan agar dapat dilabeli dengan nama umum. Linneaus menekankan apabila terdapat sejumlah 38 organ reproduksi yang dapat menghasilkan 5776 konfigurasi, maka hal ini telah memenuhi persyaratan untuk memberikan nama umum pada kelompok partikular yang sedang di ukur tersebut. Prosedur ini pada dasarnya menurut Foucault merpresentasikan fungsi derivasi dan designasi. Dimana pengelompokan umum tanda-tanda dan penunjukan bahasa didasarkan pada lokus ruang (spatial). Dengan demikian Foucaul menjelaskan bahwa kecenderungan pada analisis fungsi bahasa ini membuat studi-studi Botani dan Zoologi pada abad Klasik belum mengobservasi perihal anatomi, baru sebatas studi taksonomi.

Selain ilmu Botani dan Zoologi, ilmu ekonomi abas Klasik menurt Foucault juga mencerminkan keterikatan pada bagan The Quadrilateral Language. Namun perlu ditegaskan di sini bahwa pemaknaan ilmu ekonomi pada abad Klasik tidaklah sama dengan pemaknaan sekarang. Ilmu ekonomi pada abad Klasik ditafsirkan sebagai analisis tentang Kekayaan yang sepenuhnya didasarkan pada prinsip pertukaran. Pada periode ini sesuatu itu bernilai (baik sudah atau masih dalam kemungkinan) jika memiliki daya tukar. Foucault juga menyadari bahwa prinsip pertukaran barang ini memiliki latar belakang pada sistem barter yang merupakan prinsip pertukaran dalam ilmu ekonomi sebelumnya. Dalam sistem barter, pertukaran melibatkan prinsip apresiasi dan estimasi. Suatu barang dapat ditukar dengan barang lainya apabila kedua aktor masing mengapresiasi barang aktor lain sebagai bernilai bagi kepentinganya. Namun apresiasi nilai pada hubungan fisik semacam lenyap pada periode Klasik dan bergantinya barang pada pertukaran membuat seuruh persoalan-persoalan parktis seperti persoalan buruh dalam industri, perosalan kenaikan harga dipandang dengan cara lain. Keniakan nilai pasar misalnya tidak dilihat sebagai akibat dari tingginya nilai produksi barang dan jasa atau pada kontribusi kerja buruh melainkan pada tingginya daya belanja masyarakat di pasar. Maka naik turunnya suatu nilai diukur dari indikator yang fisik atau kuantitatif seberapa besar lenyap atau berkurangnya jumlah barang akibat meningkatknya daya belanja masyarakat (lihat juga Suyono, 2002: 250).

Menurut Foucault jika dicermati, pandangan nilai yang bertumpu pada pertukaran fisik mengandung kesamaan dengan studi struktur pada studi Botani dan Zoologi yang bertujuan untuk menemukan nama-nama partikular dari elemen-elemen tumbuhan dan hewan. Logika ekonomi yang bertumpu pada prinsip pertukaran fisik mengartikulasikan serta mengatributkan representasi kesatuan benda yang satu atas benda lainnya, sebagaimana struktur pada studi Botani dan Zoologi yang memperlihatkan fungsi artikulasi dan proposisi dalam The Quadrilateral Language.

Searah dengan prinsip pertukaran di atas, persoalan turun-naiknya harga pada zaman Klasik mendasarkan diri pada jumlah koin uang beserta sirkulisinya. Pada abad Klasik hakekat uang berbeda dari zaman sebelumnya yakni zaman Renaissance yang memandang nilai mata uang pada jenis materi logam yang menyusun mata uang (niali intrinsik), pada abad Klasik terjadi pergeseran nilai dimana nilai mata uang didasarkan pada nilai cap atau stempel bertera raja pada mata uang dan cap-cap nilai nominal yang merepresentasikan jumlah kekayaan tertentu. sejak saat itu, dimulailah era dimana koin-koin uang standar selayaknya sekarang disirkulasikan negara sebagai alat tukar umum. Bedanya dengan sekarang adalah adalah perspektif mengenai uang secara verbal menjadi ukuran paliang menonjol dalam pemikiran ekonomi (Suyono, 2002: 252). Pada saat itu, koin menjadi alat ukur segala jenis kekayaan termasuk stabilitas dan equilibrium.

Stabilitas dan equilibrium pada abad Klasik ditentukan oleh seberapa banyak peningkatan atau menyusutnya produksi koin mata uang suatu negara. Menyustnya jumlah koin-koin mata uang suatu negara, maka negara tersebut akan dianggap lemah dan miskin, sementara suatu negara yang mampu memproduksi koin-koin mata uang yang banyak akan dianggap kuat walaupun tidak memiliki kekayaan lainnya. Penumpukan kekayaan pada koin-koin mata uang dalam pemikiran ekonomi masa kini akan disebtu sebagai praktek-praktek merkantilisme. Namun Foucault dengan analisis arkeologisnya berpandangan lain. Dia menganggap bahwa apa yang disebut orang sebagai merkantilisme adalah fenomena terepresentasikannya pola bahasa verbal kedalam cara pandang ekonomi pada periode Kalasik. Dalam hal ini, hubungan benda-benda secara tak sadar mereproduksi pola-pola bahasa verbal. Teori uang yang dominan dalam pemikiran ekonomi abad Klasik dipandang Foucault sepadan dengan kedudukan teori karakter dalam studi Botani dan Zoologi yang mencari nama-nama umum atas nama-nama partikular elemen-elemen tumbuhan dan hewan. Kedudukan uang sebagai instrumen subtitusi umum lalu menjadi teori ekonomi yang paling dominan dan paling absah untuk memahami problematika harga pada masa itu. Dengan demikian sebagaimana teori karakter, teori uang merepresentasikan fungsi derivasi dan designasi dalam bagan The Quadrilateral Language.

Kemunculan Individu: Living Body of Desire

Fenomena mengakarnya episteme bahasa dalam pembentukan ilmu-ilmu pada zaman Klasik juga berimplikasi pada pandangan ilmu pengetahuan mengenai manusia. Dalam bukunya The Order of Things Foucault sengaja meletakan sebuah lukisan yang berjudul Las Meninas karya Verlaques yang menggambarkan seorang pelukis yang berada dalam satu ruangan berdiri dihadapan kanvas dan tengah memandang modelnya dalam keadaan hendak menyapukan kuas lukisannya pada kanvas. Sang pelukis digambarkan menghadap kepada publik anonim yang menikmati lukisan tersebut. Dengan demikian yang tampak dalam lukisan hanyalah lukisan seorang pelukis sedangkan model yang digambarkan oleh pelukis dalam gambar tidak nampak pada lukisan Las Meninas itu. Posisi model dalam lukisan itu berada didepan pelukis secara imajiner tepat berada dalam posisi kita ketika kita sedang didepan menyaksikan lukisan tersebut.

Dari gaya berdirinya yang memegang kuas ditangan kanannya sembari memegang palet ditangan kirinya, gerakan tangan pelukis digambarkan Verlaques itu tampak tengah tertahan oleh pandangan matanya yang mengamati seksama model yang ada didepannya yang tidak kelihatan dalam Las Meninas (Suyono, 2002: 228). Digambarkan juga oleh Suyono bahwa terlihat sang pelukis dalam lukisan Verlaques itu seperti hendak mempertimbangkan sebuah sentuhan terakhir kuas pada kanvas atau malahan baru akan menggoreskan kwasnya ke kanvas. Posisi kanvas dalam Las Meninas berdiri membelakangi publik anonim yang sedang menikmati lukisan tersebut. Menurut Foucault, imajinernya sang model menggambarkan episteme abad Klasik yang belum menjadikan manusia sebagai subjek dan objek pengetahuan secara langsung.

Kecenderungan bahasa yang merepresentasikan analisis berdasarkan bagan fungsi bahasa The Quadrilateral Language yang disebut episteme bahasa oleh Foucault telah mengarahkan kajian pada hal-hal fisik yang bertujuan untuk merumuskan keteraturan homogen nama-nama verbal model bahasa membuat kajian tentang manusia sebagai living being pada abad klasik belum muncul. Figur individu dalam pandangan Foucault baru sebatas figur terbayangkan. Foucalt juga mengatakan bahwa munculnya individu sebagai living body of desire muncul ketika dasar epistemologi The Quadrilateral Language ini dipecahkan oleh uraian tentang manusia yang menceritakan manusia sebagai individu yang berdaging dan berkebutuhan. Kehancuran konfigurasi bahasa ini ditandai oleh munculnya karya-karya transgresif sastrawan yang diidolakan Foucault yakni Sade. Gaya menulis Sade dengan mengungkapkan secara gamblang fantasi-fantasi yang brutal, erotis, ekspresi tubuh yang berdarah daging, menulis buah dada, sperma, persetubuhan, coitus, nafsu menggelinjang antara wanita dan laki-laki, memecah kecenderungan gugusan konfigurasi episemologi bahasa (The Quadrilateral Language) yang berpusat pada studi taksonomi.

Sade dalam karya-karya novelnya yang eksotis seperti Justine and Juliette, The 120 Days of Sodom yang bercerita tentang dorongan-dorongan seksual, masokis, yang secara detail iduraikan dengan sangat detai sebuah pesta Orgy yang berlangsung selama 17 minggu. Karya-karya Sade inilah untuk pertama kalinya orang disodorkan gambaran mengenai panorama terpendam living body of desire, menggambarkan mengenai kepadatan daging dan isi dari mahluk hidup. Kesadaran akan pergeseran epistemologi ini mengarahkan Foucault pada studi-studi selanjutnya seperti Sejarah Seks

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com