Rabu, 02 November 2016

Coba-Coba Bahan Kimia: Kisah Seorang Petani Jambu Mente di Buton Utara


Ilustrasi Petani Jambu Mente
(sumber: http://cybex.pertanian.go.id)
Jambu mente adalah salah satu komoditas utama (setelah kelapa) bagi sebagian besar petani di Buton Utara. Jika dibandingkan dengan kelapa, tanaman jambu mente punya beberapa kelebihan, yakni proses panen hingga ke proses penjualan yang relatif lebih praktis. Panen kelapa hingga ke proses penjualan harus melalui beberapa tahapan: dipanjat terlebih dahulu, dipikul, dikupas, dibelah, dikeringkan (dijemur atau dipanasi di atas para-para/tapaa-Bahasa Kulisusu), dipisahkan dari tempurungnya, diiris-iris baru kemudian bisa dijual. Sementara proses panen jambu mente sangat sederhana: dipungut buah jambu mente yang berjatuhan di tanah, dipisahkan buah dan bijinya, dikeringkan di bawah sinar matahari lalu kemudian dijual. Hanya saja, kelemahan jambu mente adalah tanaman musiman yang hanya berbuah setahun sekali, kira-kira pada bulan September hingga Desember.

Masalah utama bagi produktivitas tanaman jambu mente adalah masalah iklim. Jika cura hujan terlalu tinggi, itu dapat merusak bunga jambu mente. Jambu mente lebih cocok dengan cuaca panas saat berbunga. Untuk tahun ini, pengetahuan lokal (warisan orang tua dulu) masyarakat Buton Utara mengenai pergantian musim mulai ditantang keabsahannya. Cuaca yang tidak menentu saat ini membuat prakiraan cuaca beberapa orang (berdasar pada pengetahuan lokal tentang musim) meleset. Maka, pengetahuan lokal menjadi tidak efektif lagi untuk menjamin keberhasilan petani jambu tahun ini.

Di tambah lagi masalah produktivitas jambu yang mulai menurun yang tidak bisa lagi dijawab dengan pengetahuan tradisional yang ada. Hal ini menyebabkan hampir semua petani jambu mente di Buton Utara mencari sumber pengetahuan baru. Pertanyaan yang ingin dijawab adalah bagaimana cara yang tepat dalam meningkatkan produktivitas jambu mente? Sebagai hasil proses pencarian pengetahuan baru itu, sejak satu tahun lalu petani jambu mente di Buton Utara sudah mulai mengenal dan menggunakan pupuk perangsang buah jambu mente dan pestisida. Mereka menyebutnya sebagai “obat” atau “pakuli” dalam bahasa Kulisusu. Namun sekali pun demikian, kurangnya pengetahuan mengenai penggunan pupuk dan cuaca yang tidak menentu menjadi ancaman menakutkan bagi produktivitas jambu mente di Buton Utara tahun ini.    

***
Tak bisa dia sembunyikan lagi--walau ditutupi dengan senyum dan lelucon seperti biasanya--wajah haru sahabat saya itu kian tampak. Tawanya dan suaranya yang keras tak mampu lagi menjadi topeng baginya. Tangan kanannya sesekali mengusap muka dan menggaruk kepalanya dengan rambut mulai berguguran satu-satu. Mungkin saja ada masalah yang membayangi alam pikirnya. Ia adalah salah satu petani jambu mente di Buton Utara, sebut saja namanya La Abdul (nama samaran). Jika saya ada di kampung halaman, hampir tiap malam kami bertemu di warung kecil tempat kami biasa bermain kartu dan menghabiskan cerita. Jadi saya cukup kenal dengan La Abdul ini.

Beberapa bulan lalu, kira-kira di awal bulan September 2016, saya bertemu dia di warung yang sama. Ia sangat ceria dan penuh harapan saat bercerita tentang jambu mente miliknya yang berbunga bagus. Ada harapan mengenai penghasilan yang cukup untuk keluarganya beberapa bulan kedepan yang terselip dalam setiap ceritanya. “jika cuaca tidak hujan, insya Allah panen jambu tahun ini bisa memuaskan” katanya. Lalu ia bercerita lagi mengenai “obat” yang bisa dipakai untuk merangsang pertumbuhan jambu mente. Dia mengenal seorang teman yang tahun lalu cukup berhasil memakai “obat” yang bisa merangsang produktivitas buah jambu mente; “tapi” katanya, “teman itu tidak mau berbagi pengetahuannya”.

Walau sumber pengetahuan yang representatif sulit mereka peroleh, para petani jambu mente termasuk La Abdul tetap berupaya mencari sumber pengetahuan mengenai jenis-jenis pupuk, termasuk mencari tahu dosis petani-petani jambu mente di Wawo Ni’i, yang tidak jauh dari Buton Utara. Bahkan ada juga yang mencoba-coba hal-hal baru seperti La Abdul yang akan saya ceritakan berikut.

Suatu ketika tiba-tiba datang inspirasi di benak La Abdul. Ia teringat pelajaran IPA di sekolah dulu bahwa salah satu yang mempengaruhi proses pembuahan serbuk sari pada putik adalah bantuan lebah. Untuk itu, muncul ide untuk memanfaatkan lebah dalam membantu proses pembuahan bunga jambu mentenya. La Abdul memikirkan bagaimana cara menarik perhatian lebah agar mau datang hinggap di jambunya. Ketika memikirkan hal itu, ide yang terlintas dibenak La Abdul adalah menggunakan pemanis agar lebah tertarik perhatiannya. Ia membeli minuman Jas-Jus rasa stowbery--jenis minuman serbuk yang dilautkan yang biasa dijual di kios-kios--dalam jumlah yang banyak. Menurutnya rasa strowbery sangat kuat rasa dan baunya hingga bisa menarik perhatian lebah.

La Abdul kemudian mengisi serbuk minuman itu dalam tangki semprot berisi air dan mengaduknya hingga semua larut. Setelah itu, La Abdul menyemprotkan larutan jas-jus itu ke bunga jambu mente miliknya sampai habis. Kemudian ia menunggu berjam-jam setelah menyemprotkan laurtan jas-jus itu. La Abdul menunggu dengan penuh harap agar lebah berdatangan menghinggapi bunga jambu mentenya. Tapi, hari sudah hampir soreh, tak ada seekor lebah pun yang datang. Ia kemudian pulang dalam keadaan kecewa.

Jambu Mente Muda
Buah Jambu Mente Siap Petik

Karena ide awalnya gagal, maka La Abdul mulai berpaling pada pupuk kimiawi hasil pabrik. Dengan pengetahuan pas-pasan (bermodal kata orang) La Abdul menghabiskan uang puluhan ribu hingga ratusan ribu untuk membeli beberapa jenis pupuk. Berdasarkan pengetahuan yang dia dengar dari orang lain, La Abdul mencampur beberapa jenis pupuk dalam satu tangki lalu disemprotkan pada bunga jambu mentenya. Setelah itu, ia memantau hasil atau perkembangan jambunya tiap hari. Jika dalam waktu empat sampai tujuh hari belum ada perubahan, La Abdul tergiur lagi untuk mencoba pupuk merek lain yang diminati banyak orang. Demikian seterusnya hingga tak sadar ia sudah menghabiskan jutaan rupiah hanya untuk membeli pupuk. Selain itu, tanpa sadar pula Jambu mente La Abdul sudah seperti “jambannya” pupuk yang bermacam-macam jenisnya       

Sialnya, belum juga berhasil pemupukan yang dilakukan La Abdul hujan sudah turun dengan intensitas tinggi dan tak menentu. Jeri payahnya selama ini sirna seketika terhapus tetes-tetes air hujan yang jatuh dari langit. Kini bunga jambu mentenya rusak dan sudah menjadi hitam akibat curuh hujan yang tinggi. Tentu saja bayangan gagal panen sudah jelas di depan matanya. Pantas saja La Abdul malam ini menyimpan masalah di balik senda gurau dan lelucon yang diucapkannya.

***


Cerita tentang La Abdul di atas hanyalah satu di antara banyak petani jambu yang terancam gagal panen tahun ini. Juga soal penggunaan pupuk dengan sistem coba-coba merupakan gambaran umum petani jambu mente di Buton Utara. Mereka kebingungan ketika pengetahuan dan cara-cara tradisional yang diwariskan dalam mengatasi tumbuhan jambu mente tak lagi relefan untuk menjawab perubahan iklim dan menurunnya produktivitas jambu mente. Ironisnya, di tengah kegamangan dan kebingungan itu, tak ada upaya dari pemerintah terkait untuk merespon problem para petani jambu mente ini. Akibatnya, para petani itu mencari tahu sendiri cara dan jenis pupuk apa yang bisa meningkatkan produktifitas jambu mente. Hasilnya adalah sistem coba-coba seperti yang dilakukan oleh La Abdul di atas. Harusnya ada respon dari pemerintah terkait untuk membimbing para petani jambu mente dalam menghadapi dan menemukan solusi dari masalah cuaca yang tidak menentu dan rendahnya produktifitas jambu mente. Salah satunya adalah dengan sentuhan IPTEK di bawah asuhan orang-orang yang ahli dibidangnya.

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com