Rabu, 24 Februari 2016

Jalan Panjang Menuju Cinta



Ingatanku selalu hidup tat kala mengenang masa itu. Semua detail suasana itu masih segar dalam ingatan, saat langkah kakimu menggiringmu padaku, 8 tahun silam. Aku juga masih mengingat detail-detail ekspresimu yang tidak suka saat aku menyatakan cinta. Tapi cintaku yang keras kepala akhirnya membuatmu mau menerimaku. Walau aku bisa merasakan bahwa cintamu tak begitu serius, seperti terpaksa oleh keadaan, menghargai saya sebagai senior, tapi aku bahagia. Aku menyadari semua itu, namun inilah tantangan buatku, biarlah waktu yang mengubah rasa di hatimu agar cintaku benar-benar terbalaskan.

Waktu berjalan dengan cepat, aku mulai merasakan cinta yang tumbuh pelan-pelan di hatimu. Tentu saja aku sangat bahagia dengan perubahan itu. Namun, hanya dua tahun berjalan, kau mulai berubah. Sosok laki-laki lain kini hadir di antara kita. Ia sosok pria yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih segala-galanya dariku, sementara aku hanyalah pria membosankan, temperamental yang tidak pernah mau merubah diri seperti pintamu. Kamu hanya menitip pesan padaku: “bila kita berjodoh pasti akan bertemu lagi dikemudian hari.” Tapi aku tak peduli dengan itu dan aku jatuh dalam duka yang panjang.

Lima tahun berlalu, perpisahan yang menyisakan duka medalam itu masih saja menghantui. Namun pertemuanku kembali denganmu telah merubah segalanya. Aku tetap tak dapat menyembunyikan perasaanku padamu. Meskipun sudah banyak hati yang pernah singgah, tapi tak satu pun mampu mengambil posisi yang pernah engkau tempati. Kau mungkin tak secantik bidadari, namun sosok dirimu begitu penuh di hati. Mungkin inilah pertemuan yang engkau impikan dulu, yang kau pesan padaku saat kita berpisah.

Terpisah selama lima tahun tanpa kabar adalah perpisahan yang cukup lama, tapi tak cukup lama untuk memadamkan api cinta yang sudah kita nyalakan. Kini hati sudah bulat untuk meminangmu menjadi pendamping hidupku. Aku tak peduli siapa laki-laki yang bersamamu saat itu, aku harus menyampaikan niat tulusku yang sudah jelas arahnya. Tak butuh waktu lama, kau akhirnya menjawab lamaranku dan lenyaplah semua duka yang pernah ada.

Tuhan sungguh Maha Adil, Dia mempertemukan kita lagi pada masa yang tepat, saat kita telah banyak menempa diri dengan pengalaman hidup, masa di mana kita telah belajar melawan keegoisan kita. Hari itu Jumat, 23 Oktober 2015, tali cinta kita diikat dengan janji suci pernikahan. Kita berdua melangkah dengan ringan ke pelaminan, hati kita puas dan bahagia, jiwa kita terang dan mantap sebab kita telah menempuh jalan panjang untuk memenangkan hati kita.

***

Mencintaimu dari awal adalah keputusan yang tidak akan pernah aku sesali. Kini kita telah hidup bersama memenuhi mimpi-mimpi kita yang dulu. Walau kita tak punya apa-apa, tapi jiwa kita tenang, damai dan bahagia. Di dunia ini kau adalah segalanya bagiku. Dan kini engkau telah tumbuh menjadi jiwa yang tegar dan penuh sabar. Pengalaman hidup telah membawa jiwamu terbang tinggi hingga pandanganmu menjadi luas melihat dunia ini. Kau tak hanya memberiku cinta yang tulus, tapi juga telah menjadi guru bagiku. Darimu aku belajar ketegaran dan kesabaran.

Di tempat tugasmu, fasilitas yang minim, tiap hari mandi air keruh dan air laut tidak membuatmu kapok untuk tinggal. Bahkan demi tugas, kau tak peduli dengan kesehatanmu sendiri. Aku masih ingat, hari itu kau sedang tak enak badan, dan kebetulan aku ada urusan penting di kota. Aku mengajakmu pulang, namun kamu lebih memilih tinggal hanya hanya karena tidak mau terlalu lama meninggalkan kewajibanmu mengajar siswa-siswimu di sana. Aku berusaha membujukmu pulang, tapi kamu keras kepala untuk tinggal.


Aku pulang sendiri saat itu dan sempat kecewa denganmu karena lebih memilih tinggal di situ dari pada pulang menemaniku. Aku juga kecewa padamu yang keras kepala dan tak peduli kesehatan sendiri. Tapi kemudian aku sadar, aku sebenarnya sedang marah pada diriku sendiri karena tak mampu setegar kamu. Aku marah karena kualitas jiwamu tak mampu aku capai. Aku masih labil dan kadang-kadang hanya dikuasai dorongan keinginan pribadi tanpa peduli dengan kepentingan orang lain. Kini aku sadar betapa beruntungnya aku memilikimu. Mungkis Tuhan telah mengirimu padaku untuk menuntun langkahku memenangkan kebaikan dalam hati. Aku percaya, bila kita telah mampu memenangkan cinta, kita akan mampu memenangkan kebaikan di hati kita. Semoga Allah senantiasa melindungi dan menuntun rumah tangga kita ke arah kebaikan dan kebahagiaan hidup. Amin…

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com