Rabu, 15 Agustus 2012

Konsep Massa dan Aksi Sosial


Menalar tentang aksi sosial dan kekerasan massa yang terjadi di Buton Utara, penulis menggunakan analisis Aksi Sosial menurut Sidney Tarrow yang dianggap cukup relevan dengan tema yang dibicarakan. 
Menurut Sidney Tarrow terdapat beberapa syarat utama agar suatu gerakan disebut sebagai Aksi Soail yakni: Pertama, suatu protes yang dilakukan oleh massa dapat disebut sebagai gerakan bila didalamnya ada aktor-aktor yang mengorganisasikan diri dan memobilisasi massa. Sebuah organisasi atau lebih didalam sebuah aksi adalah salah satu tanda penting bahwa protes itu memang terorganisir. Ini dimaksudkan untuk membedakan dari suatu kumpulan massa dengan kerumunan massa (crowd).

Kedua, pentingnya pemahaman mengenai gerakan yang terorganisir disini adalah mengenai asumsi tentang eksistensi sang aktor sosial yang mengelola segala bentuk ketidak puasan dan kekecewaan (grievances), atau isu bersama, menjadi identitas dan solidaritas, bahkan ideologi. Ini sangat penting karena sebuah gerakan butuh dukungan publik, setidaknya kelompok-kelompok organisasi untuk bergabung dalam suatu protes. Aktor-aktor yang bergerak untuk melawan selalu secara dinamis merancang tindakan sedemikian rupa untuk menciptakan peluang politik bagi mereka ketika berhadapan dengan lawan-lawannya.
Ketiga, ada lawan-lawan yang setidaknya merupakan bagian dari kelompok yang terorganisir pula. Lawan itu dapat berasal dari Negara, militer-militer atau pemerintah, penguasa, pengusaha besar atau perusahaan-perusahaan, baik lawan–lawan pada tingkat sektoral maupun nasional adalah bagian dari sebuah kekuatan yang tidak hanya memiliki legitimasi menggunakan alat-alat represi. Ada represi dalam bentuk sebuah produk keputusan kebijakan penguasa yang dipandang tidak menguntungkan, tidak menciptakan partisipasi mereka sementara hal itu berkaitan langsung dengan masa depan mereka.

Keempat, tindak protes selalu mencerminkan adanya sebuah siklus proses perlawanan yang terorganisir (gagal maupun sukses) terhadap kekuasaan selalu terjadi berulang-ulang.

Pandangan-pandangan Sidney Tarrow di atas memberikan batasan pada konsep aksi sosial yang mungkin berbeda dengan aksi sosial yang selama ini dipahami. Bahwa aksi sosial tidaklah sama dengan kerumunan massa (crowd). Seperti kerumunan massa yang sedang antri di pertamina, kerumunan massa yang sedang antri menunggu pembagian BLT dari pemerintah, atau mereka yang sedang berada dipasar sentral, kerumunan massa yang sedang mengejar seorang pencuri di pasar bukanlah merupakan aksi sosial menurut pengertian Tarrow di atas. Mengingat rumitya membedakan pengertian mengenai aksi sosial dan aksi massa yang hampir sama dan luas maknanya, maka dalam tulisan ini perlu diadakan pembatasan konsep. Dalam analisis Tarrow di atas, kita sudah dapat menangkap maksud dari apa yang dimaksud dengan aksi sosial yang penulis maksdukan dalam tulisan ini. Bahwa aksi sosial merupakan gerakan protes yang terorganisir dan memenuhi sayarat-syarat yang telah djelaskan di atas. Namun bukakah kerumunan massa (crowd) itu dapat dikategorikan juga sebagai aksi sosial? Lalu apakah pengertian massa itu?

 Kesenjangan konsep ini dapat diselesaikan oleh pengertian yang di bahas oleh F.Budi Hardiman dalam karyanya yang berjudul: Massa, Teror dan Trauma; Menggeledah Negativitas Masyarakat Kita. Hardiman menjelaskan bahwa massa adalah konsentrasi manusia-manusia pada suatu tempat, dan konsentrasi itu tidak lama bertahan. Pengertian ini dapat dicontohkan seperti kerumunan massa yang sedang antri di pertamina, kerumunan massa yang sedang antri menunggu pembagian BLT dari pemerintah, atau mereka yang sedang berada dipasar sentral, dll. Namun lebih dari itu, Hardiman menekankan ciri yang spesifik dari suatu kerumunan yang disebut sebagai massa bahwa massa itu tidak bergerak dalam bingkai-bingkai institusioal, melainkan mengacu pada aksi-aksi kumpulan manusia yang melampaui batas-batas institusional. Pengertian melampaui batas-batas institusional mengacu pada pengertian bahwa sekumpulan manusia menjadi “massa”, jika mereka bertindak mengabaikan norma-norma sosial yang berlaku dalam situasi sehari-hari. “Massa” dalam arti ini selalu berkaitan dengan situasi khusus dengan keadaan sosial yang abnormal.  Melalui pengertian ini, massa tidaklah sama dengan aksi sosial yang memprotes kebijakan pemerintah, sebab terikat dalam bingkai hukum dan situasi normal sehari-hari. Namun begitu banyak orang terprovokasi untuk melakukan tidakan-tindakan anarkhi, mereka berubah mejadi “massa”. Dengan demikian, dapatlah diketahui perbedaan antara aksi sosial dan aksi massa. Dan dapat pula kita menjawab pertanyaan bahwa sejak kapan aksi sosial Pembela Undang-Undang dalam peristiwa 24 September di Buton Utara berubah mejadi massa?

To be Continue, click here

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com